Selasa, 09 Februari 2016

Indra Bekti Sikapi Berita dengan Hak Jawabnya

            Pembawa acara Indra Bekti dilaporkan ke polisi atas dugaan pelecehan seksual terhadap lelaki berinisial RP. Bukan hanya itu, Indra juga sudah pernah dilaporkan oleh Lalu Gigih Arsanova dengan tuduhan yang sama. Pada kasus ini, Indra dituduh pernah menjajikan sesuatu kepada RP dan Lalu Gigih untuk dijadikan seorang selebiritis, namun pada kenyataannya Indra tidaklah memenuhi janjinya namun malah melakukan pelecehan seksual terhadap RP dan Lalu Gigih. Mereka mengaku sudah berulang kali mendapat perlakuan tidak terpuji dari Indra Bekti hingga akhirnya keduanya membuat laporan kepada kepolisian.
            Dalam kasus ini, Indra Bekti yang merasa dirugikan oleh pemberitaan yang ada akhirnya menggunakan hak jawabnya. Awalnya dibeberapa media ia sempat melakukan wawancara dan menyatakan keresahannya.
"Ini jadi pelajaran tersendiri buat semua media online. Jangan kebablasan dalam hal menyikapi sesuatu. Cobalah lebih bijak dan lebih arif dan lebih adil. Punya hati nuranilah. Konfirmasilah" Ungkap Bekti di salah satu media. Bekti mengungkap bahwa sejauh ini media memberitakan kasusnya tanpa melihat motif dari si pelapor yang mengaku korban. Menurut saya, media juga seharusnya tidak seglamblang itu mengungkap sebuah peristiwa, media haruslah memastikan apa yang sebenarnya terjadi, karena media sangat berperan penting dalam pembentukan opini masyarakat.
            Tidak hanya membuat wawancara dengan beberapa media, Indra Bekti juga melaporkan ini kepada KPI. Sejauh ini sudah ada tujuh stasiun TV yang sangat diawasi oleh KPI. Ketujuh stasiun TV ini dianggap terlalu gamplang dalam menyiarkan kasusnya. Indra merasa tujuh stasiun TV ini tidak berimbang. Indra merasa sangat dirugikan atas berita yang dimuat di tujuh stasiun TV ini.
            Namun tidak disangka, setelah Indra Bekti mendatangi KPI, RP dan kuasa hukumnya juga ikut mendatangi KPI dengan alasan ketidaksetujuan mereka atas permintaan Indra Bekti untuk membatasi pemberitaan kasusnya. RP dan kuasa hukumnya menganggap, sejak kedatangan Indra Bekti ke KPI, berita tentang dirinya mereda. RP menganggap apa yang diberitakan oleh media ini nyata dan bukan rekayasa. "Silahkan kalau mengcounter, tapi jangan diminta untuk dibatasi. Ini kan memberi pembelajaran juga, agar hal ini tidak terulang lagi. Siapa tahu korban lainnya akan muncul lagi," ujarnya menuturkan. "Kami jelas komplen kalau ada pembatasan informasi," katanya lagi.
Dalam kasus ini, menurut saya hak jawab Indra Bekti sudah digunakan dengan baik. Indra mengerti betul apa saja yang harus ia kerjakan untuk menggunakan hak jawabnya. Pertama ia menggunakan langkah wawancara dengan beberapa media. Indra menyatakan atau member klarifikasi atas berita yang ia anggap telah merugikannya. Lalu setelah itu Indra melaporkannya kepada KPI karena ada beberapa media yang ia anggap tidak berimbang dan melanggar kode etik. Dalam kasus ini, media juga melakukan kesalahan. Media terlalu gambling dalam memberitakan kasus ini, padahal kasus ini mengenai pelecehan seksual yang seharusnya benar-benar dengan hati-hati di gali kebenarannya, bukan hanya mendengarkan kesaksian dari satu pihak saja, karena setiap orang memiliki haknya untuk berbicara. Seharusnya media menggali informasi mendalam terlebih dahulu mengenai kasus ini dan ridak serta merta hanya menggunakan pendapat dari satu pihak saja untuk dijadikan sebuah berita yang akan disebarluaskan kepada masyarakat. Bahkan dalam kasus ini, pihak RP selaku pelapor juga tidak seharusnya juga ikut mendatangi KPI bahkan meminta agar kasus ini tidak dibatasi, karena hak jawab sendiri sudah diatur dalam Undang-Undang Pers mengenai Hak Jawab. Hak Jawab ini sendiri digunakan seseorang atau oganisasi untuk memberikan tanggapan ataupun sanggahan terhadap pemberitaan atas dirinya yang ia rasa telah merugikan dirinya. Dalam kasus ini, Indra Bekti sudah benar karena ia memanfaatkan hak jawabnya dengan baik dan tidak menggunakan cara-cara yang tidak terpuji.

Rabu, 03 Februari 2016

Asumsi Media Sangat Pengaruhi Masyarakat (Studi Kasus Kematian Mirna)

            Kasus kematian Wayan Mirna Salihin pada 6 Januari 2016 dianggap tidak wajar, karena Mirna mengalami kejang setelah meminum kopi di Café Olivier di Grand Indonesia. Mirna tewas dalam perjalanannya kerumah sakit. Mirna yang berkumpul bersama Jessica Kumala Wongso dan Hani, kedua temannya, berniat untuk reuni sebagai sesama teman yang pernah mengenyam pendidikan tinggi di Australia. Kasus “kopi maut” ini menjadi perbincangan dimana-mana. Media bahkan terus membuat berita mengenai kasus ini. Pihak kepolisian pun menyelidiki kasus ini dengan memanggil beberapa saksi yang terlibat. 
             Seiring berjalannya waktu, menurut saya media terlalu menyorot kepada salah satu saksi yaitu Jessica. Jessica yang masih berstatus menjadi saksi saat itu merasa terganggu dengan awak media yang terus menyorotnya. Dikediaman Jessica sendiri banyak wartawan yang menunggunya untuk memberikan keterangan. Bahkan media cenderung memaparkan berita seolah-olah menyimpulkan bahwa Jessica adalah tersangka padahal saat itu ia masih berstatus saksi. Dalam pemberitaan di media, kasus “kopi maut” ini seolah menyudutkan Jessica. Bahkan Jessica sendiri sampai meminta perlindungan kepada KOMNASHAM karena merasa sudah terganggu kenyamanannya. Bukan hanya itu, Jessica sampai bermalam di hotel karena tidak nyaman berada dirumah karena banyak wartawan yang berada disekitar rumahnya. Dalam kasus ini, media terlalu dini untuk menyipulkan siapa pelaku dari kasus ini. 
              Peran media sendiri seharusnya bukan menghakimi atau bahkan memberi kesimpulan sedini ini sebelum pihak yang berwajib sendiri yang memberi pernyataan. Media tidak seharusnya tidak berpihak pada siapapun, karena media itu seharusnya berperan untuk menyampaikan informasi bukan malah mempengaruhi khalayak dengan sudut pandang media itu sendiri. Meskipun pada akhirnya Jessica ditetapkan menjadi tersangka, media tidak seharusnya membuat berita-berita yang malah mengarahkan seseorang menjadi sesuatu untuk disalahkan pada suatu kasus. Media memiliki peran penting dalam membentuk opini publik, publik sendiri dapat terpengaruh oleh pernyataan dari media. Media seharusnya lebih berhati-hati dalam melihat sudut pandang dalam membuat berita sebuah kasus. Dalam kasus apapun media seharusnya menjadi penyampai informasi kepada masyarakat luas dan bukan menjadi pihak yang dapat menyalahkan siapapun. Lain halnya jika tersangka sudah ditetapkan, maka tidak menjadi masalah jika media memuat hal yang mengarah kesalahan tersangka.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons